KASUS
KARYAWAN ANGKASA PURA I
Masih ingatkah Anda
dengan kasus Angkasa Pura I? Kasus ini mengenai pemecatan sejumlah karyawan
Angkasa Pura karena berunjukrasa dan kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Dan ternyata, sekarang kasusnya akan dihentikan kasus tersebut karena dinalai tidak
cukup bukti.
"Kasusnya ini
sudah dari tahun 2008, kita lihat malah ada upaya meng-SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan) kasus," kata Ketua Umum Serikat Pekerja AP I, Itje
Julinar kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan,
Kamis (18/6/2009).
Hal itu terlihat dari
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima Serikat
Pekerja AP I pada 15 April 2009. Dalam SP2HP tersebut penyidik menyampaikan
bahwa pihaknya telah memanggil saksi ahli dari Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Depnakertrans).
"Disitu disebutkan
bahwa Dirut AP I, Bambang Darwoto hanya mengambil kebijakan dengan menskorsing
para karyawan yang mogok selama 3 bulan yang tidak berakibat pada hubungan
status kerja atau tindakan PHK," kata Itje.
Terkait status Arif
Islam, Pegawai Negeri SIpil (PNS) yang diperbantukan di PT AP I dan yang
ditugaskan di Bandara Sepinggan Balikpapan, Kalimantan Tengah, saksi ahli
menyebutkan bahwa Arif tidak diberhentikan melainkan dikembalikan ke instansinya
di Departemen Perhubungan (Dephub).
Serikat Pekerja (SP) AP
I menyatakan keberatannya dengan SP2HP yang dilayangkan penyidik terhadap
mereka. Menurut Itje, tindakan manajemen AP I itu adalah tindakan yang tidak
fair.
"Mogok kerja oleh
SP AP I yang dilakukan secara serentak di beberapa bandara semata-mata
dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak para pekerja akibat inkonsistensi pihak
manajemen," ujarnya.
Itje menilai, tindakan
memutasi Arif Islam juga merupakan tindakan balasan dari pihak manajemen.
"Tujuan utama dari hukuman mutasi yang diberikan kepada Arif adalah agar
Arif tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya selaku pengurus SP AP I,"
bebernya.
7 - 9 Mei 2008 silam,
ribuan karyawan AP I melakukan mogok kerja terkait Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) anatara SP I dengan pihak manajemen AP I. Namun, setelah melakukan aksi
tersebut, puluhan karyawan yang tergabung dalam SP AP I, di-PHK.
Kasus ini dilaporkan
Itje pada 14 Mei 2008 lalu ke Mabes Polri, dan dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporannya, Itje mengadukan Direktur Bambang Darwoto karena menghalangi
pekerja untuk mogok, dan menjatuhkan sanksi kepada serikat buruh dan karyawan
yang mogok.
Pelanggaran yang
dimaksud yaitu pelanggaran terhadap Pasal 143 dan 144 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Pasal 28 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang serikat pekerja. "Kami hanya menuntut hak kami," kata Itje.
Sumber :
http://www.tempo.co/read/news/2009/06/18/057182576/Kasus-Karyawan-Angkasa-Pura-I-Terancam-Dihentikan
KASUS
IKLAN KLINIK TONGFANG
Pada rapatnya di bulan
November 2011, Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus
iklan Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP
P3I saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara
Indonesia, khususnya terkait dengan: Bab
III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi:
“Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi
penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian
Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang
benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.
Pada iklan Cang Jiang
Clinic tersebut ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta
ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius
melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif
yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Untuk memastikan adanya
pelanggaran tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan
Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat
dengan BPP P3I sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat
himbauan kepada KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.
Masalah Cang Jiang
Clinic ini belum tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh
lebih gencar (dan ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan
frekuensi yang jauh lebih sering). Isi
pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I kemudian
melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada bulan Juli 2012.
Sepanjang bulan Juli
2012, iklan Tong Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan
masyarakat umum; baik melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan
Blackberry Messenger. Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang
paling sering disebut (‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area
Indonesia, tapi di seluruh dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).
Dari sudut ilmu
komunikasi, bisa saja orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah
mendapatkan tingkat ‘awareness’ yang sangat tinggi. Hal tersebut memang
tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun masyarakat tersebar di berbagai jenis
media terkait dengan iklan klinik tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari
beberapa kicauan tersebut (dikutip dari beberapa posting di twitter).
> Dulu muka saya ada
jerawat satu, seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak jerawat.Trimakasih
TongFang
> Dulu pacar saya di
rebut orang, namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan
pacar orang, terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja
Dangdut, setelah ke Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima Kasih
Tong Fang
> Dulu saya
dipanggil anak SINGKONG. Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil
anak KINGKONG. TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak
PEREMPUAN sy slalu telat ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang
Kakak sy TELAT 3 bulan, Trims Tong Fang
> Sudah 3thn sy
menderita SAKIT kepala sebelah. Setelah sy berobat ke klinik Tong Fang, kini
kepala saya TINGGAL sebelah.TerimaKasih TongFang
> Dulu saya bau
KAKI, setelah 3X ke Klinik Tong Fang, sekarang klinik mereka BAU kaki saya.
Mohon Maaf Tong Fang MATA sya slalu MERAH krn sring naek mtor, smnjak ke klinik
TongFang MOTOR sya HILANG jd mata sya sdh tdk merah lgi.Thx TongFang
> Dlu saya tdk tau
tong fang,stelah bnyk BM tong fang, BB saya semakin menjadi sampah
Di twitter juga muncul
banyak akun baru yang sekedar bertujuan untuk mengakomodasi lelucon tentang
“Tong Fang”. Misalnya: akun @KlinikTongfang dengan 15.218 pengikut dan
@KliinikTongFang dengan 61,091 pengikut (data pengikut/’follower’ terhitung
tanggal 9 Agustus 2012) serta banyak akun lainnya. Padahal akun-akun itu
usianya belum lebih dari 2 bulan.
Apakah kicauan
masyarakat tersebut sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba
kreatifitas’ mereka saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.
Tidak perlu menjadi
seorang pakar komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang
dikreasikan oleh berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang
ingin disampaikan oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU
SENDIRI ADALAH SATU LELUCON BESAR!!
Suatu iklan (dari
produk apapun juga), pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak
yang disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang
ditawarkan oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar
lelucon! Dan, tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa
dibalik ‘lelucon’ yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada
KEBOHONGAN BESAR.
Dalam konteks ini,
tingkat ‘awareness’ yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah
memberikan dampak yang sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri.
Cukup mengherankan bahwa pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi,
bahkan terkesan ‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012
08:06:00: “Diolok-olok di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa
pemilik akun twitter bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka
sangat memahami bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong
Fang. Dan lebih parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan
merembet kepada seluruh klinik tradisional Cina (TCM).
Tekanan terhadap kasus
di atas tidak saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun
tangan.. Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel
“Dinas Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8
Agustus 2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.
Bila saat ini
masyarakat (dan pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang,
siapakah yang akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak
pada klinik Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak
diatasi dengan segera, akan membuat industri klinik tradisional Cina tidak dapat berkembang,
akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media massa akan
merasakan dampaknya pula.
Sangat disayangkan
bahwa media-massa (khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang
telah disampaikan oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif
tersebut sejak April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan
dan Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan
secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’
pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.
Secara tidak langsung,
keprihatinan masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk
seluruh kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus
ini menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong”
oleh masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya
kasus ini.
Kitab Etika Pariwara
Indonesia (dapat bebas diunduh di www.p3i-pusat.com/epi) dengan tegas telah
mencantumkan 3 asas penting dalam membuat karya iklan; yaitu:
Iklan dan pelaku
periklanan harus :
Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
Bersaing secara sehat.
Melindungi dan
menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan,
serta tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku.
Tujuan dari penetapan
asas tersebut adalah untuk melindungan industri periklanan agar tetap dapat
dipercaya oleh konsumen/masyarakat. Iklan bukanlah ‘barang haram’. Iklan dapat
memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat bila ia disampaikan dengan isi dan
cara yang etis.
Banyak pihak menyatakan
bahwa tidaklah mudah membangun citra yang positif dari suatu produk/merek.
Butuh tahunan, bahkan puluhan tahun untuk membangun suatu merek agar dapat
diterima dengan positif oleh konsumen. Dan sekali citra tersebut terkoyak, akan
jauh lebih sukar lagi untuk mengangkatnya kembali. Bahkan, cukup satu kasus
sederhana untuk ‘mematikan’ satu merek.
Seluruh komponen yang
terkait dengan materi promosi/periklanan sepantasnya mendukung sepenuhnya
penegakkan etika periklanan di Indonesia demi menjaga agar industri ini tetap
dipercaya oleh masyarakat. Tanggung-jawab penegakkan etika ini bukanlah sekedar
berada di tangan produsen/pengiklan dan biro-iklan/promosi mereka saja. Rumah
produksi iklan dan media-massa juga berkewajiban mendukungnya. Rumah produksi
dan media-massa harus ikut bertanggung-jawab bila mereka membuat dan
menayangkan suatu produk iklan/promosi yang tidak etis.
Kasus ini seharusnya
menjadi keprihatinan dari seluruh khalayak pemerhati komunikasi pemasaran. Masyarakat kita yang sangat majemuk sudah
semakin pandai menilai etis atau tidaknya suatu pesan pemasaran. Sudah bukan
jamannya lagi mempromosikan segala sesuatu sebagai “kecap nomor 1”. Herannya,
sampai dengan saat ini, masih ada iklan Tay Shan TCM!!
Sumber :
KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan
perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar
bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis
untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.
Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti
mekanisme pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama
perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran
etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan
yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di
Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat
perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi
kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik
sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan
tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas
ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan
1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan
unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan
sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang
merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah
mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi
di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka
timbulah kasus Indomie ini.
Sumber :
WHISTLEBLOWER
KASUS SOLAR PT. GANDA SARI CARI KEADILAN
Menjadi
"whistleblower" dalam kasus dugaan penggelapan solar bersubsidi di
Bintan bukanlah pekerjaan yang ringan, apalagi pemilik perusahaan yang
tersangkut, cukup terkenal di Kepulauan Riau.
Mar adalah mantan
karyawan PT Gandasari Tetra Mandiri dan kini menyatakan siap membongkar kasus
dugaan penyelewengan ribuan ton solar bersubsidi yang dilakukan perusahaannya.
"Whistleblower"
per definisi adalah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak
pidana korupsi di dalam organisasi tempat yang bersangkutan bekerja, dan
memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana
tersebut.
Mar mulai menyuarakan
pelanggaran yang dilakukan PT Gandasari setelah polisi menyita enam tanki dan
kapal Aditya 01 milik AW, bos Gandasari Tetra Mandiri.
"Saya tahu, yang
saya lawan ini bukan pengusaha kecil. Tetapi saya yakin keadilan tidak melihat
harta yang dimiliki seseorang, karena di mata hukum semuanya sama," kata
Mar di Rutan Tanjungpinang, Selasa (16/10) lalu.
Perlawanan Mar terhadap
AW mulai terjadi 6 Agustus 2012. Saat itu, AW mengeluarkan surat menolak
pembelian solar bersubsidi sebesar Rp167 juta yang dilakukannya.
Sehari kemudian, PT
Gandasari Tetra Mandiri yang diduga tidak memiliki izin penyimpanan,
pengangkutan, pembelian dan penjualan solar itu, melaporkan dirinya ke Polsek
Tanjungpinang Timur.
Mar pun langsung
ditangkap, dan diperiksa selama sehari sebelum ditahan di Mapolsek
Tanjungpinang Timur. Proses hukum kini mengalir di Pengadilan Negeri
Tanjungpinang, namun sidang belum dijadwalkan.
Bagi Mar, perusahaan
itu telah mengkriminalisasi dirinya, karena uang tersebut berdasarkan perintah
AW telah digunakan untuk membeli solar bersubsidi sebanyak 75 ton. Solar itu
pun sudah digunakan sebagai bahan bakar kapal Calvin 27 dan Aditya 58 untuk
mengangkut alat pengeruk batu bauksit ke Konolodale, Sulawesi Tengah.
Tetapi Mar dipaksa
untuk mengaku kepada penyidik bahwa uang sebesar Rp167 juta itu digunakan untuk
berfoya-foya.
"Setelah
mengeluarkan surat penolakan, PT Gandasari membeli solar bersubsidi sebanyak 30
ton," katanya didampingi Herman,
pengacaranya.
Solar yang dibeli Mar
berasal dari agen penyalur solar subsidi, oknum polisi dan oknum TNI.
Sebenarnya, kata dia, solar itu untuk kepentingan nelayan, bukan untuk
industri.
"Itu menjadi
penyebab nelayan tidak melaut karena kesulitan mendapatkan solar," ujarnya
yang mulai bekerja di PT Gandasari Tetra Mandiri pada 14 Agustus 2011.
Kasus penggelapan solar
bersubsidi itu mengawali "peperangan" Mar dengan AW. Kesempatan untuk
membalas perbuatan AW berstatus sebagai tersangka setelah polisi mengungkap dan
menyita enam bunker dan kapal Aditya 01 di Sei Enam, Bintan, Kepulauan Riau
(Kepri).
Mar pun siap menjadi
tersangka dalam kasus penyelewengan solar bersubsidi yang dilakukan PT
Gandasari Tetra Mandiri. Namun ia minta AW dan pihak lain yang terlibat dalam
kasus itu mendapat ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
"Saya siap
membeberkan seluruh pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu, tetapi saya
minta jaminan keamanan selama ditahan," katanya.
Mar mengaku mendapat
intimidasi sejak ditahan di Polsek Tanjungpinang Timur. Ia diminta mengaku
menggunakan uang PT Gandasari Tetra Mandiri untuk foya-foya.
"Uang itu sudah
digunakan untuk membeli solar, bukan untuk foya-foya," kata Mar.
Selain itu, kata dia,
Mar yang merupakan saksi kunci dalam kasus penyelewengan solar yang diduga
dilakukan PT Gandasari Tetra Mandiri diminta untuk tidak memberikan keterangan
yang terlalu dalam. Padahal keterangannya telah menyeret sejumlah pihak yang
terlibat dalam kasus itu.
"Saya merupakan
orang kepercayaan AW, bos PT Gandasari, yang ditugaskan untuk membeli solar
dari agen penyaluran solar subsidi (APMS) di Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan,"
ungkap Mar.
Mar mengatakan,
perdagangan solar bersubsidi untuk kepentingan industri bukan hanya dilakukan
oleh antara perusahaan, melainkan juga oknum polisi dan TNI AL. Solar dari APMS
tidak didistribusikan untuk kepentingan nelayan, melainkan "kencing"
di tempat tertentu dan dijual kepada PT Gandasari.
"Saya sudah
berulang kali diperintahkan oleh AW untuk membeli solar bersubsidi
tersebut," katanya.
Sedangkan kuota untuk
masing-masing APMS yang bekerja sama dengan PT Gandasari menggunakan jasa Tr,
yang selalu berhubungan dengan pihak PT Pertamina. "Delivery order"
dibuat oleh TR, kemudian diserahkan kepada PT Pertamina.
Penyelewengan solar
bersubsidi itu menyebabkan nelayan tidak dapat melaut lantaran kesulitan
mendapatkan solar.
"Masing-masing
APMS mendapat jatah rata-rata 5 ton. Tetapi saya tidak tahu apakah ini
melibatkan oknum di Pertamina atau tidak," katanya.
Mar menambahkan, PT
Gandasari membeli solar itu dengan harga Rp6.200-Rp6.700/liter. Padahal harga
solar subsidi untuk nelayan Rp4.500/liter, sedangkan solar untuk industri yang
ditetapkan Pertamina sebesar Rp11.500/liter.
Nama perusahaan itu
hanya digunakan untuk membeli solar bersubsidi, sedangkan penjualan solar
menggunakan nama perusahaan lainnya yaitu PT Gandasari Shiping Line.
Kejahatan Luar Biasa
Pengamat ekonomi
Provinsi Kepri, Winata Wira berpendapat, penggelapan solar yang diduga
disubsidi oleh pemerintah tidak hanya sebatas pelanggaran pidana biasa, melainkan
kejahatan yang luar biasa.
"Ini kejahatan
luar biasa jadi Polri harus didorong untuk berani bertindak maksimal, karena
harus ada efek jera terhadap pelaku. Dan bukan tidak mungkin temuan ini
memiliki efek domino terhadap pelaku lain yang bertindak serupa," ungkap
Wira yang juga dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang, kemarin.
Penggelapan solar
bersubsidi kata Wira tidak hanya merugikan negara, melainkan juga
"memiskinkan" nelayan di Kepri. Nelayan tidak dapat melaut lantaran
tidak mendapatkan solar yang murah untuk menghidupkan mesin pompong.
"Kasus solar
bersubsidi ini bukan pertama kali terjadi di Kepri," katanya.
Upaya pengusutan kasus
penyalahgunaan dan penyelewengan distribusi BBM subsidi berupa solar
sebagaimana yang ditemukan oleh aparat hukum di Kepri belakangan ini seharusnya
dapat menggunakan standar maksimal. Keseriusan aparat kepolisian lanjut Wira
tidak cukup hanya sebatas komitmen lisan saja, namun diharapkan dapat
menggunakan kewenangannya secara luas dengan memungkinkan diterapkannya UU
Tipikor selain UU Migas.
"Seingat kami,
Kapolda Kepri sudah pernah menyatakan indikasi kerugian negara yang sangat
besar akibat kasus ini. Itu artinya, Polri tidak perlu ragu lagi untuk
menggunakan juga UU Tipikor sebagai bentuk keseriusan dalam pengusutan kasus
ini," ujarnya.
Menurut dia, penggunaan
UU Tipikor juga dapat membuka akses yang luas untuk menjerat kemungkinan
terlibatnya oknum pelaku dari unsur aparatur penyelenggara negara. UU Migas
berpotensi hanya menjerat pelaku dari pihak swasta saja ditambah ancaman pidana
pada UU Migas relatif lebih ringan daripada UU Tipikor.
Yang tidak kalah
penting, kata dia, selain tuntutan standar maksimal terhadap upaya pengusutan
oleh Polri, semestinya publik dapat menyaksikan adanya "good will"
dari sejumlah pihak yang dapat dikait-kaitkan dengan kewenangan dalam
pengaturan penyelenggaraan distribusi BBM bersubsidi sehingga kasus demikian
tidak sampai terjadi.
Tetapi sampai hari ini
belum didengar apakah ada tindakan internal organisasi atau instansi yang
sifatnya displin internal. Atau pun atau paling tidak tindakan evaluasi
menyangkut tanggung jawab dan wewenang pembinaan dan pengawasan terhadap
penyaluran BBM subsidi baik seperti BPH Migas, Pertamina maupun instansi non
departemen yang anggotanya diduga menjadi oknum yang ikut terlibat.
"Nalar publik
cenderung yakin bahwa ini bukan kejahatan yang dilakukan oleh koorporasi
semata," katanya.
Menurut dia, gerakan
"civil society" harus terus diperkuat untuk mengawal pengusutan kasus
ini hingga tuntas.
Penghargaan dari salah
satu LSM di Kepri kepada media cetak beberapa waktu yang lalu patut diapresiasi
dalam semangat membangun kekuatan konsolidasi masyarakat agar kasus ini dapat
diusut secara maksimal dan tuntas.
"Ini juga jadi
momen konsolidasi pencitraan Polri, tapi pemantauan dan pengawasan oleh
masyarakat terhadap pengusutan kasus ini tidak boleh berhenti. Bila perlu
konsolidasi gerakan masyarakat sipil dimaksimalkan tidak hanya di tataran media
dan LSM, melainkan juga bisa ke kampus-kampus dan masyarakat secara luas,"
ungkapnya.
Karena itu, kata dia,
untuk memberantas penggelapan solar bersubsidi dibutuhkan keberanian pihak
kepolisian untuk membuka akses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelakunya,
sehingga tidak hanya sebatas dikenakan pada pelanggaran UU Migas melainkan juga
UU Pemberantasan Korupsi.
"Penyediaan BBM
subsidi berkaitan dengan beban keuangan negara yang mengalami defisit tiap
tahun karena harus membiayai belanja subsidi yang tidak kecil," katanya.
Tersangka
Sebelumnya, Polres Tanjungpinang
menetapkan Bos PT Gandasari Petra
Mandiri, Andi Wibowo sebagai tersangka dugaan kasus penimbunan solar di lokasi
tambang Seinam, Kijang, Kabupaten Bintan, Kepri. Penetapan ini setelah polisi
melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
Selain saksi, penetapan
tersangka ini juga berdasakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
yang dikirim polisi ke Kejari Tanjungpinang, Selasa (2/10) lalu. Surat itu
bernomor SPDP/58/X/2012/Reskrim atas nama Andi Wibowo dan kawan-kawan.
PT Gandasari merupakan
grup perusahaan yang bergerak di beberapa bidang usaha dan jasa antara lain
sektor pertambangan, bongkar muat, agen pengiriman, pemilik kapal,
transportasi dan tim balap motor. Dalam
situs resmi perusahaaan ini tertulis mereka punya slogan Do Better dan Melayani
Lebih Baik.
Grup tersebut memiliki
sejumlah perusahaan antara lain Gandasari Resources, Gandasari Aditya,
Gandasari Shipping Line, Gandasari Racing Team. Gandasari Resources terlibat
dalam pertambangan bauksit di Bintan dan pertambangan lainnya.Dalam situs ini
juga diklaim hasil tambang telah diekspor ke negara lain seperti China.
Andi Wibowo Komisaris
PT Gandasari yang saat ini tersandung kasus dugaan penimbunan BBM Solar di
Seinam Bintan ternyata mempunyai hobi balapan, bukan sekedar hobi ia bahkan
sering terjun langsung diarena balap.
Andy Wibowo, pengusaha
muda yang berusai 22 tahun ini dikenal dikalangan dunia balap sebagai pemodal
Gandasari Racing Team (GRT) yang bermain
di IndoPrix dan MotoPrix. Tim ini bahkan diperkuat pembalap Nasional Irwan
Ardiansyah. Irwan juga bertindak selaku manajer GRT, termasuk GRT garuk tanah
alias motocross.
Seperti dilansir situs
ottosport pada 5 Mei 2012 lalu di Sentul Kecil, Andy Wibowo terlihat
menggunakan wearpack dan menggeber motor balap disirkuit tersebut.
Ia mengaku sangat
mencintai balap motor yang merupakan salah satu hobinya yang tidak dapat
ditinggalkan.Tak hanya puas memiliki tim motocross Gandasari Pertamina INK IRC
Racing Team yang sudah berjalan sejak tahun 2010 lalu, Andy Wibowo, sang owner,
juga bikin tim baru, yakni Gandasari Nissin Pertamina Enduro 4T INK Racing
Team. Tim ini khusus turun di Indoprix dengan tunggangan Yamaha. Disamping itu
ia juga menggawangi tim balap turing dengan mengandalkan mobil Honda All New
Jazz.
Sementara itu, Polda
Kepri hingga kini belum menetapkan satu pun tersangka kasus penyelewengan solar
oleh PT Gandasari sejak penanganan kasus tersebut diambil alih dari Polres
Tanjungpinang.
Dalam kasus ini
sebelumnya Polres Tanjungpinang telah menetapkan bos PT Gandasari, Agus Wibowo
jadi tersangka.
Meski belum ada
tersangka yang ditetapkan Polda, namun Kapolda Kepri, Brigjen Pol Yotje Mende
saat ditanya wartawan siapa yang berpeluang menjadi tersangka, ia mengaku
Direktur Utama PT Gandasari yang paling
bertanggung jawab. Namun pihaknya tidak mau ceroboh dalam menetapkan tersangka
secara buru-buru.
"Dirut PT Ganda
Sari yang paling bertanggung jawab. Kita tak mau buru-buru. Insya Allah akan
ada tersangka," kata Kapolda saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi
MoU Dirjen Pajak dengan Polri di Planet
Holiday Hotel, Batam, Selasa (16/10).
Untuk mengarah adanya
tersangka, lanjut Kapolda, saat ini sudah 18 saksi yang dimintai keterangan, di
antaranya dari Pertamina, perusahaan sendiri dan saksi ahli serta sejumlah
pihak yang dianggap mengetahui kasus tersebut.
"Selain saksi dari
4 perusahaan, kita sudah panggil saksi dari pihak lain," tambahnya.
Kapolda menegaskan
pihaknya masih terus memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan.
"Kami masih terus panggil saksi, karena memang tidak boleh
buru-buru," katanya.
Ia berjanji
tetap memproses secara hukum semua pihak yang terlibat dalam kasus
tersebut. Namun lanjutnya, ia dan anggotanya tak mau takabur.
"Siapapun yang
terlibat, akan kita proses secara hukum," ungkapnya.
Gubernur Kepri Muhammad
Sani mengatakan penegak hukum harus dapat membuat jera pelaku yang
menyelewengkan solar.
"Hukum pelakunya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menimbulkan efek jera dan
tidak terulang lagi di kemudian hari," katanya.
Ia berharap kasus
penjualan solar untuk kepentingan industri yang diduga dilakukan PT Gandasari
milik AW dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Kasus itu diharapkan tidak muncul
lagi di kemudian hari.
"Ini kasus yang
luar biasa, yang telah merugikan negara dan masyarakat. Kami dari dahulu
inginkan kasus ini tidak terjadi," ujarnya.
Sumber :