BAB I
PENDAHULUAN
Kata sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving”.
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan,
jalan pikiran, dan perilaku. Berikut ini adalah pengertian sikap dari
beberapa para ahli antara lain :
1 Menurut Thomas (1918) dan Znanieck (1974)
sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan
keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara
tertentu. Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan
ilmu sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah
kehidupan dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish Peasant in
Europe and America: Monograph of an Immigrant Group yang
merupakan hasil riset yang dilakukannya bersama Znanieck. Dalam buku
tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi sosiologi dari kedua
sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut pandangan mereka dua
hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan dan perubahan
sosial adalah sikap individu dan budaya objektif (objective cultural).
2. Menurut Allport (1935)
sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman,
yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu
terhadap semua objek dan situasi yang terkait.
3. Menurut Krech & Crutchfield,
sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses
motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu
dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat
diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses
kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam
berhubungan dengan obyek sikap. Konsistensi ini sangat ditekankan oleh
Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to social objects”.
Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek
sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional
pada definisi yang dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya
kecenderungan merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap
respon tersebut harus konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan pada
individu untuk belajar.
Aiken(1970) menambahkan bahwa ; A
learned predisposition or tendency on the part of an individual to
respond positively or negatively with moderate intensity and reasonable
intensity to some object, situation, concept, or other
person.
Sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari
seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan
intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi,
konsep, atau orang lain. Definisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih
aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun
intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap
objek diperoleh dari proses belajar. Definisi di atas nampaknya
konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang
menentukan respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau
tendensi ini diperoleh individu dari proses belajar, sedangkan objek
sikap dapat berupa benda, situasi, dan orang.
7.1 Komponen sikap
Komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
Berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan
menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek
tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu
obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki obyek tertentu.
c. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang
dihadapi.
7.2 Sifat – sifat sikap
Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
ü arah,
ü intensitas,
ü keluasan,
ü konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986)
Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada
persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap
objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki
derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya.
Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan
individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari
definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk
bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif,
afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek.
7.3 Penggunaan Multiatribut attitude modal untuk memahami sikap konsumen
Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti
konsumen adalah model multi atribut yang terdiri dari tiga model :
1.The attittude toward-object model
Digunakan
khususnya menilai sikap konsumen terhadap satu kategori produk atau
merk spesifik. Hal ini untuk menilai fungsi kehadiran dan evaluasi
terhadap sesuatu.Pembentukan sikap konsumen yang dimunculkan karena
telah merasakan sebuah objek. Hal ini mempengaruhi pembentukan sikap
selanjutnya.
2.The attittude toward-behavior model
Lebih digunakan untuk menilai tanggapan konsumen melalui tingkah laku daripada sikap terhadap objek. Pembentukan sikap konsumen akan ditunjukan berupa tingkah laku konsumen yang berupa pembelian ditempat itu.
3.The theory of reasoned-action model
Menurut
teori ini pengukuran sikap yang tepat seharusnya didasarkan pada
tindakan pembelian atau penggunaan merk produk bukan pada merek itu
sendiri tindakan pembelian dan mengkonsumsi produk pada akhirnya akan
menentukan tingkat kepuasan.
7.4 Pentingnya feeling dalam memahami sikap konsumen
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan
sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam
interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995).Loudon
dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni
pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh
media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan
Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan
tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari beberapa
pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a.Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya
pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis,
cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap
akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam
situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih
mendalam dan lebih lama membekas.
b.Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh
keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.
c.Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi
seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang
menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam
Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam
suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah
sikapindividuterhadapberbagaimasalah.
d.Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang
sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah
arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan
buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat
menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada
gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan
sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang
bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain
untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak
mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang
diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi
determinan tunggal yang menentukan sikap.
f.Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme
pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan
segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula
merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
7.5 Penggunaan sikap & maksud untuk memperkirakan perilaku konsumen
Werner
dan Pefleur (Azwar, 1995) mengemukakan 3 postulat guna
mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku,
yaitu postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of contigent consistency.
Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut :
a.Postulat Konsistensi
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk
yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang
bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan
adanya hubungan langsung antara sikap danperilaku.
b.PostulatVariasiIndependen
Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat
memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi
dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
c.PostulatKonsistensiKontigensi
Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan
perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu.
Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya,
merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan
perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat
disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu
situasikesituasilainnya.
Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.
7.6 Dinamika Proses Motivasi
Kata motivasi berasal dari Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah “Motive” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia kepada “Motif”
yang artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menggerakan
atau mengarahkan tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya secara
negatif atau positif untuk mencapai tujuannya. Selain itu, ada tiga
elemen utama dalam motivasi antara lain : intensitas, arah, dan
ketekunan.
A. Pengertian motivasi menurut beberapa ahli :
1.Menurut Cropley (1985)
Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”.
2. Menurut Wlodkowski (1985)
menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan
(persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas
bernafaskan behaviorisme (teori belajar dan percaya bahwa semua perilaku
yang diperoleh sebagai hasil dari pengkondisian).
B.Proses motivasi :
1. tujuan.
Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin
dicapai, baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.
2. mengetahui kepentingan
Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata
3. komunikasi efektif.
Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar konsumen dapat
mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa mereka
dapatkan.
4. integrasi tujuan.
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan
kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta
perluasan pasar. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan
dan kepuasan.kedua kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu
penting adanya.
5. fasilitas.
Perusahaan memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
7.7 Kegunaan & stabilitas pola motivasi
Motivasi
menurut American Encyclopedia adalah kecenderungan (suatu sifat yang
merupakan pokok pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan
topangan dan tindakan. Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan
emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia.
Dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai pemberi daya penggerak
yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau
bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya
untuk mencapai kepuasan.motivasi konsumen adalah keadaan di dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
Dengan
adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku
yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi
motivasi adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan
sesuatu yang diinginkan. Motivasi konsumen yang dilakukan oleh produsen
sangat erat sekali berhubungan dengan kepuasan konsumen. Untuk itu
perusahaan selalu berusaha untuk membangun kepuasan konsumen dengan
berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku konsumen mempunyai
peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang
belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan
kekurangan yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan
dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku. Artinya jika
kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen.
7.8 Memahami kebutuhan konsumen
Kebutuhan konsumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. fisiologis.
Dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan hidup lainnya.
2. keamanan.
Berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan
3. afiliasi dan pemilikan.
Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang penting bagi mereka.
4. prestasi.
Keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi
5. kekuasaaan.
Keinginan untuk emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain
6. ekspresi diri.
Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang penting oleh orang lain.
7.
urutan dan pengertian. Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri
melalui pengetahuan, pengertian, sistematisasi dan pembangunan system
lain.
8.
pencarian variasi. Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan
stimulasi yang dipilih kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi
9. atribusi sebab-akibat. Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan tindakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Studi kasus
SIKAP KONSUMEN TERHADAP JERUK & PISANG LOKAL SEGAR
Kasus : Daerah Istemewa Yogyakarta
Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
dan pertimbangan wilayah Propinsi D.I.Y merupakan pusat perdagangan bagi
wilayah di sekitarnya. Sampel konsumen diambil dengan cara cluster
random .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen bersikap kurang suka
terhadap buah jeruk lokal. Namun dijumpai bebrapa atribut jeruk yang
disukai oleh konsumen adalah rasa dan kesegaran buah. Sedangkan yang
kurang disukai adalah kebersihan kulit, masa simpan, harga dan ukuran
buah jeruk. Bahkan konsumen tidak suka terhadap warna kulit buah jeruk.
Ini menunjukkan bahwa atribut pengalaman (rasa dan kesegaran) merupakan
atribut jeruk lokal yang disukai, namun atribut pencarian (kebersihan,
harga, ukuran dan warna kulit kurang disukai oleh konsumen (Ragaert et
al, 2004 & Carrasco.2007).
Konsumen pisang bersikap kurang suka terhadap pisang lokal. Namun
konsumen suka terhadap atribut kebersihan kulit dan rasa, dan bersikap
kurang suka terhadap warna kulit, masa simpan, harga dan ukuran buah
pisang.
Buah pisang cenderung lebih disukai konsumen masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta bila dibandingkan buah jeruk. Ini disebabkan karena konsumen
lebih mudah memperkirakan kualitas pisang daripada jeruk.
BAB III
Kritik, Saran
1.Diperlukan upaya meningkatkan kebersihan kulit jeruk, baik dari
kotoran yang melekat maupun dari tanda – tanda serangan hama
.Peningkatan kebersihan kulit dari kotoran dapat dilakukan oleh petani/
pedagang dengan mencuci, sedangkan peningkatan dari tanda – tanda
serangan hama dilakukan oleh petani dengan melaksanakan praktek
pertanian jeruk yang baik.
2.Kepada petani pisang disarankan untuk melaksanakan praktek pertanian
pisang yang baik da melakukan penanganan pasca panen pisang secara baik
agar warna kulit pisang menjadi lebih menarik konsumen.
3.Kepada pedagang pengecer jeruk agar mempromosikan cita rasa jeruk
lokal (rasa lebih manis, dan lebih segar/juicy) sebagai kelebihan jeruk
lokal, dan kepada pengecer pisang hendaknya mempromosikan rasa yang
lebih manis dan kulit yang lebih besar kepada konsumen, agar konsumen
lebih memilih jeruk dan pisang lokal.
4. Kepada pemerintah/lembaga swadaya masyarakat disarankan melakukan
pendidikan konsumen, terutama kepada kelompok masyarakat keluarga muda
berpendidikan rendah dan berpendapatan rendah, agar mereka lebih
mengutamakan buah – buahan lokal segar. Karena dengan mengkonsumsi buah –
buahan lokal segar akan membantu meningkatkan perekonomian agribisnis
buah – buahan.